MODUL 2
KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI
Tujuan umum:
1. Pembelajar dapat memahami kelainan kongenital pada sistem reproduksi
2. Pembelajar dapat memahami penanganan
terhadap kelainan kongenital pada sistem reproduksi
3. Pembelajar dapat membedakan kelainan
system reproduksi dengan kelainan kongenital organ sekitarnya
Tujuan Khusus:
1. Pembelajar dapat menjelaskan kelainan kongenital pada sistem
reproduksi
2. Pembelajar dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang kelainan kongenital
sistem reproduksi pada kasus klinis
3. Pembelajar dapat mengambil keputusan
penanganan yang tepat pada kelainan kongenital sistem reproduksi
4. Pembelajar dapat mengetahui kompetensi penanganan kelainan kongenital
sistem reproduksi
5. Pembelajar mengetahui system rujukan untuk kelainan kongenital sistem
reproduksi
I.
PENDAHULUAN
Kelainan congenital system reproduksi dapat disebabkan
oleh faktor lingkungan, nutrisi,penyakit metabolik, infeksi virus, obat
teratogenik, dan lain-lain yang terjadi pada masa kehamilan. Banyak dari
kelainan tersebut tidak melibatkan ovarium atau genitalia eksterna sehingga
gejala tidak nampak sebelum menarche atau menikah. Kelainan kongenital tersebut
juga dapat disebabkan oleh kelainan kromosom khususnya kromosom seks dan
gangguan hormonal.
II.
GANGGUAN ORGANOGENESIS SISTEM
REPRODUKSI PADA JANIN DENGAN GENETIK NORMAL
1. VULVA
A. Himen Imperforata
Himen imperforate adalah selaput dara
(hymen) yang tidak mempunyai hiatus himenalis (lubang hymen). Kelainan ini
tidak nampak sebelum menarche. Penderita akan mengeluh molimina menstrualia
tiap bulan, tetapi tidak diikuti menstruasi. Darah akan terkumpul di vagina dan rongga rahim.
Tampak hymen kebiruan karena jendalan darah dan tampak menonjol. Penanganan dengan melakukan himenektomi dan
pemberian antibiotika. Darah dari vagina dan rongga rahim dilakukan drainase,
penderita tidur posisi Fowler.
B. Atresia labium minus
Disebabkan
karena membran urogenitalis tidak menghilang. Ostium uretra tetap ada demikian
juga dengan liang vagina. Koitus dapat dilakukan, kehamilan dapat terjadi. Saat
persalinan memerlukan sayatan kecil untuk melahirkan kepala bayi. Pada umumnya bedah rekonstruksi sederhana dapat menyelesaikan
masalah ini.
C. Hipertrofi labium minus
Kelainan ini tidak berbahaya dan
tidka berpengaruh terhadap fertilitas. Masalah yang timbul adalah masalah
estetika. Tindakan rekonstruksi berupa pengangkatan jaringan yang berlebihan
akan cukup mengatasi masalah tersebut.
D. Duplikasi vulva
Sangat jarang ditemukan, bila terjadi
biasanya diikuti dengan kelainan congenital yang lain dan seringkali bersifat
lethal.
E. Hipoplasi vulva
Bila kelainan ini terjadinya,
seringkali disertai dengan tidak berkembangnya organ reproduksi yang lain.
Tanda seksual sekunder juga tidak nampak.
F. Kelainan perineum
Bila septum urogenitalis tidak
terbentuk, maka bayi tidak memiliki lubang anus atau anus bermuara dalam sinus
urogenital sehingga terdapat lubang untuk keluar feces dan urine secara
bersama-sama.
2. VAGINA
A. Septum vagina
Septum sagital dapat ditemukan
sehingga membagi vagina seakan menjadi 2 ruangan kanan-kiri. Seringkali hal ini ditemukan juga dengan
kelainan pada uterus karena adanya gangguan fusi pada duktus mulleri. Kelainan
ini biasanya tidak menimbulkan keluhan, menstruasi dapat terjadi normal. Saat
hubungan seksual dapat terjadi dyspareuni. Masalah dapat terjadi saat
persalinan, karena septum tersebut dapat menghambat penurunan kepala. Tindakan septektomi dapat mengatasi masalah tersebut.
B. Aplasia dan atresia vagina
Pada aplasia vagina, terjadi fusi
dari duktus mulleri, tetapi tidak terjadi kanalisasi atau tidak berkembang
sehingga vagina tidak terbentuk. Seringkali terdpat uterus yang rudimenter.
Ovarium juga seringkasi hipoplasi atau hanya berupa jaringan seperti pita atau
polikistik sehingga tidak menghasilkan folikel dan estrogen. Pada aplasia
vagina, hanya terdapat cekungan di introitus vagina. Keadaan ini seringkali
tidak disadari atau baru disadari saat hubungan seksual atau saat konsultasi
karena terjadi infertilitas. Tindakan vaginoplasti dapat mengatasi masalah seksual,
besar dan panjang vagina dapat disesuaikan. Tindakan ini dilakukan saat
penderita akan menikah sehingga vagina yang dibuat dapat “dilatih” sehingga
tidak menyempit lagi.
C. Kista vagina
Terdapat dua macam kista kongenital
yaitu kista dari sisa epitel duktus mulleri dan kista dari sisa duktus gardner (kista Gardner)
yang terletak pada bagian anterolateral vagina. TIndakan yang dapat dilakukan
adalah ekstirpasi kista.
3. UTERUS DAN TUBA FALOPI
A. Gagal pembentukan
Bila satu duktus tidak terbentuk,akan
terjadi uterus unikornis dengan satu tuba, satu ovarium dan satu ginjal
sedangkan vagina san serviks normal.
Bila kedua duktus tidak terbentuk,
maka tidak terdapat uterus, tuba dan vagina 2/3 bagian atas, sengakan vagina
1/3 bagian bawah tetap terbentuk. Ovarium dapat terbentuk sehingga tanda seks
sekunder normal tetapi terjadi amenorea.
Tidak terbentuknya serviks tetapi
uterus terbentuk merupakan kelainan yang amat jarang dijumpai, keadaan ini
disebut ginatresia servikalis. Penderita akan mengalami gejala molimina
mestrualia dan kriptomenorea. Darah menstruasi akan tertimbun dalam rongga
uterus menimbulkan rasa nyeri. Tindakan bedah rekonstruksi dengan memasang
pipet polietilen dari rongga uterus ke vagina dan pemberian antibiotic akan
dapat mengatasi masalah ini. Pipet tersebut diambil setelah ada epitelisasi
sehingga tetap terbentuk “jalan” dari dalam uterus ke vagina.
B. Gangguan fusi
i.
Uterus dengan 2 bagian simetris
1. Satu uterus dengan 2 ruangan dalam rongga uterus yang dipisahkan
oleh sekat menyeluruh (uterus septus) atau sebagian (uterus subseptus).
2. Dua uterus yang masing-masing memiliki rongga uterus atau 1 rongga
uterus dengan 2 puncak uterus.
a. Uterus bikornis bikollis (uterus didelphys)
Dua uterus terpisah, disertai dengan
2 vagina atau satu vagina yang terbagi oleh sekat vagina menjadi 2 bagian.
b. Uterus bikornis unikolli
Uterus
dnegna 1 serviks, dengan 2 fundus masing-masing dengan rongga uterus, 1 tuba
dan 1 ovarium.
c. Uterus arkuatus
Terdapat sekungan pada pundus dengan
subseptus.
ii.
Uterus dengan 2 bagian tidak
simetris
Terjadi akibat satu duktus mulleri
berkembanga sedangkan yang satu lagi tidak berkembang, sehingga terjadi
hemiuterus yang berkembang normal sedangkan yang lain rudimenter. Bagian yang rudimenter seringkali tidak
berhubungan dengan rongga uterus yang terbentuk. Bila endometrium dari bagian
yang rudimenter berfungsi maka dapat terjadi timbunan darah.
Seperempat
wanita dengan kelainan uterus kembar tidak akan mengalami gangguan, dapat hamil
dan melahirkan secara normal. Gangguan yang mungkin timbul adalah dismenorea, menoragia, metroragia,
dispareunia dan infertilitas. Tindakan korektif (operasi) dapat dilakukan untuk
mengatasi kelaian uterus tersebut.
Diagnosis
dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ginekologi yang teliti dan mengguna
pemeriksaan radiologis berupa histerisalfingograf (HSG). Bila terdapat kelainan
uterus, kelainan traktus urinarius harus diteliti. Pielografi intravena dapat
dilakukan untuk mengetahui kelainan pada traktus urinarius.
4. OVARIUM
Keadaan tidak adanya ovarium baik
bilateral maupun unilateral dengan oragan reproduksi lainnya normal adalah
keadaan yang sangat jarang ditemui.
5. SISTEM GENITAL DAN SISTEM TRAKTUS URINARIUS
Dua system ini saat pertumbuhan
embriologi memiliki hubungan yang dekat sehingga dapat terjadi kelainan bersamaan
pada kedua system ini, misalnya kloaka persisten, ekstrofi kandung kemih
sehingga mendorong vagina ke daerah suprapubik dan klitoris yang terbagi 2.
III.
KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM
REPRODUKSI KARENA ABNORMALITAS KROMOSOM ATAU PENGARUH HORMONAL.
a. Sindrom Turner
Terdapat kelainan kromosom seks sehingga tidak terbentuk gonad atau
gonad yang terbentuk hanya berupa pita (streak gonad).
Tanda klinisnya: tubuh pendek, epifisis tulang panjang terbuka,
amenorea primer, webbed neck, nevus yang banyak, koartasio aorta, kubitus
valgus, tanda seks sekunder tidak tumbuh, genitalia eksterna normal. Kadar
homon FSH tinggi dan kadar estadiol sangat rendah.
Sindrom Turner dipastikan dengan pemeriksaan kromosom (karyotiping)
yang akan menunjukkan hasil 45-X0 (hanya terdapat satu kromosom X). Namun,
terdapat 20-40% kasus sindrom Turner yang memiliki kromosom 46-XX dengan satu
kromosom X yang abnormal atau tipe mosaic X0/XX.
Pengelolaan adalah pemberian terapi sulih hormon. Mungkinkah wanita ini
hamil?
b. Superfemale (47-XXX)
Merupakan wanita yang normal, dengan
perkembangan seks yang normal namun seringkali disertai kecerdasan yang rendah.
c. Sindrom Kleinefelter (47-XXY)
Penderita ini memiliki fisik pria
dengan genitalia pria yang normal namun dengan testis yang atrofi dan
azoospermia. Saat dewasa timbul pertumbuhan payudara (ginekomasti) sehingga
menimbulkan masalah psikologis.
d. Hermafrodistisms verus
Terdapat
jaringan ovotestis yaitu satu sisi terdapat testis dan di sisi yang lain
terdapa ovarium. Sebagian penderita berpenampilan wanita, namun dengan genita
yang ambivalen. Pada pemeriksaan kromosom ditemukan 46-XX atau 46-XY. Prinsip
pengelolaannya adalah mengambil gonad yang berlawanan, bila fenotip kearah
wanita dan diasuh sebagai waniota sejak kecil maka testis diangkat. Jaringan testis ini juga cenderung menjadi keganasan.
e. Maskulinisasi wanita dengan kromosom wanita
Terjadi pada bayi perempuan yang
mengalami congenital adrenal hyperplasia
sehingga produksi androgen sangat berlebihan yang akan menekan aktivitas folikel.
Saat lahir ditemukan bayi perempuan dengan lipatan labium mayus menjadi satu
dan terdapat klitoromegali. Uterus
tuba dan ovarium normal karena androgen tidak mempengaruhi pertumbuhan
genitalia interna. Bayi akan tumbuh normal tetapi pada usia 10 tahun terjadi
penutupan epifise tulang sehingga pertumbuhannya berhenti. Tidak terdapat
pertumbuhan tanda seks sekunder dan terjadi amenorea primer.
Bila
diagnosis dapat ditegakkan dini maka pemberian kortison akan menghentikan
vilirisasi, penderita akan tumbuh sebagai wanita normal yang dapat hamil.
Terapi kortison diberikan seumur hidup. Adanya tumor pada kelenjar perlu
dipikirkan walaupun pada keadaan ini jarang ditemukan.
Maskulinisasi
janin perempuan dapat terjadi pada ibu yang mendapat progestogen androgenik
saat kehamilan trimester pertama atau ibu yang menderita tumor yang
menghasilkan androgen.
f.
Sindrom Feminisasi Testikular
Terjadi
akibat jaringan genital tidak peka terhadap hormon androgen. Penderita ini
memiliki genotip laki-laki namun dengan fenotip wanita. Pertumbuhan payudara
baik, namun rambut pubis dan rambut ketiak tidak banyak, biasanya wanita tumbuh
langsing semampai. Wanita ini memiliki labium mayus, namun dengan vagina yang
pendek dan menutup, testis dapat ditemukan di labium mayus, kanalis inguinalis
atau di rongga abdomen. Testis ini harus diangkat karena berpotensi menjadi
keganasan. Kelainan in disebabkan oleh tidak adanya enzyme 17-kesteroid
reduktase yang mengubah testosterone menjadi dihidrotestoteron yang aktif.
Bahan bacaan
1.
Ilmu
Kandungan. Editor: Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG. Terbitan PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3.
Gunaecology Illustrated.
Penulis: A.D.T. Govan, Colin Hodge, Robin Callander. 3rd Edition.
Terbitan Churchill Livingsone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar