BAB II
PEMBAHASAN
1. Penyakit jantung
Keperluan
janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah
dan berlangsungnya kehamilan, yang harus di penuhi dalam darah ibu.
Banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja
lebih berat. Karena itu, dalam kehamilan selalu terjadi
perubahan-perubahan dalam system kardiovaskular yang biasanya masih
dalam batas-batas fisiologik
Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan:
1. karena
hidremia (hipervolemia)dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya antara 32 dan 36 minggu;
2. karena
uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke
atas, ke kiri, dan ke depan, sehingga pembuluh-pembuluh darah besar
dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
Ada
yang mendapatkan peningakatan volume plasma darah yang dimulai
kira-kira akhir trimester pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ke
32-34, yang selanjutnya menetap selama trimester terakhir kehamilan, di
mana volume darah bertambah sebesar 22%. Besar dan saat terjadinya
peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah
merah; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan
darah)
Setelah 12-24 jam pascapersalinan terjadi peningkatan volume plasma
dari ekstravaskuler ke dalam pembuluh darah yang kemudian akan diikuti
oleh periode diuresis pascapersalinan yang mengakibatkan terjadinya
penurunan volume plasma (adanya hemokonsentrasi). Dua minggu
pascapersalinan merupakan periode penyesuaian untuk kembali ke nilai
volume plasma seperti sebelum hamil.
Dalam
kehamilan frekuensi detik jantung agak meningkat dan nadi rata-rata
mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan
lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan pula sering terdengan
bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Kita harus waspada
dalam membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan apabila di
jumpai gejala-gejala seperti itu.
Saat-saat berbahaya bagi penderitra ialah:
1. kehamilan 32-36 minggu apabila hipervolemia mencapai puncaknya.
2. partus kala II apabila wanita mengerahkan tenasganya untuk meneran
3. masa
postpartum, karena dengan lahirnya plasenta anastomosis arteria-vena
hilang dan darah yang sehrtusnya masuk kedalam ruang intervilus sekarang
masuk ke dalam sirkulasi besar.
Perubahan
volume plasma darah yang terjadi pada penderita penyakit jantung
merupakan proses adaptasi sebagai upaya konpensasi untuk mengatasi
kelainan yang ada dan jangka waktu kelainan yang timbul. Penderita
dengan gangguan kardiovaskular mempunyai toleransi yang sangat buruk
terhadap penurunan volume darah dan pada saat yang sama juga tidak
beradaptasi terhadap kelebihan volume sirkulasi. Volume darah yang
terdapat dalam sirkulasi penderita berada dalam keseimbangan sesuai
dengan kelainan yang ada.
Volume
plasma pada kasus penyakit jantung kelainan katup dalam kehamilan,
lebih rendah dari kehamilan normal baik pada usia kehamilan 32 minggu,
partus kala I maupun saat dua minggu postpartum; dengan anemia sebagai
penyerta yang sering di temukan.
Gejalah
klinis tampak bahwa makin meningkat kelas fungsional penyakit jantung
yang di derita, maka volume darah cenderung lebih rendah.
Sebaliknya
penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik pada kehamilan dan janin
dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosi, hasil
konsepsi dapat menderita pula dan mati, kemudian disusul oleh abortus.
Apabila konsepsinya dapat hidup terus, anak dapat lahir premature atau
lahir cukup bulan akan tetapi dengan berat badan rendah (dismaturitas).
Selain itu janin bisa menderita hipoksia dan gawat janin dalam
persalinan, sehingga neonatus lahir mati atau dengan nilai APGAR rendah.
Juga nifas yang merupakan masa yang berbahaya dan mengancam keselamatan
ibu.
Diagnosis
Dari
anamnesis sudah sering diketahui wanita itu penderita penyakit jantung,
baik sejak masa sebelum ia hamil maupun dalam kehamilan-kehamilan yang
terdahulu. Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria, satu di antaranya
sudah cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan:
1) Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus;
2) Pembesaran jantung yang jelas;
3) Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thyill;
4) Aritmia yang berat.
Wanita
hamil yang tidak menunjukkan salah satu gejala tersebut di atas jarang
menderita penyakit jantung. Penyakit jantung berat tidak sulit untuk di
kenal. Akan tetapi, karena diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan
lebih sulit seperti di jelaskan di atas, maka jika ada kemungkinan
adanya penyakit jantung, harus diminta pendapat seorang dokter yang
lebih ahli.
Klisifikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Klasifiakasi
penyakit jantung yang sifatnya fungsionil dan berdasarkan
keluhan-keluhan yang dahulu dan sekarang di alami oleh sangat praktis
dalam penanggulangan dan penentuan prognosis penyakit jantung dalam
kehamilan.
Klasifikasi itu sebagai berikut.
Kelas I
Para
penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik, dan
tanpa gejala-gejala penyakit jantung apabila mereka melakukan kegiatan
biasa.
Kelas II
Para
penderita penyakit jantung dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala-gejala insufiensi jantung,
seperti kelelahan, jantung berdebar (palpitasi kordis), sesak nafas atau
angina pectoris.
Kelas III
Para
penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa menimbulkan gejala-gejala
insufiensi jantung seperti di sebut dalam kelas II.
Kelas IV
Para
penderita penyakit jantung yang tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat timbul
gejala-gejala insufiensi jantung, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik walaupun yang sangat ringan.
Penanganan
Penanganan
wanita hamil dengan penyakit jantung, yang sebaiknya dilakukan dalam
kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau kardiog, banyak ditentukan
oleh kemampuan fungsionil jantungnya.
Kelainan penyerta sebagai factor predisposisi yang dapat memperburuk fungsi jantung ialah:
1) peningkatan usia penderita dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsia dan eklamsia;
2) aritmia jantung .atau hipertrofi ventrikel kiri;
3) riwayat dekompensasi kondisi;
4) anemia.
Sebaliknya,
Hipotensi juga tidak baik, terutama pada wanita dengan septum terbuka.
Apabila hal-hal di atas tidak di cegah, maka penderita masuk ke kelas
yang lebih tinggi. Kenaikan berat badan yang berlebihan, infeksi, serta
retensi air harus dicegah, dan anemia harus diobati.
Pengobatan
dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan tergantung pada
derajat fungsionilnya, dan ini harus ditemukan pada setiap kunjungan
periksa hamil.
Kelas I
Tidak ada pengobatan tambahan yang di butuhkan
Kelas II
Umumnya
penderita pada keadaan ini tidak membutuhkan pengobatan tambahan,
tetapi mereka harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada
kehamilan usia 28-32 minggu.
Kelas III
Yang
terbaik bagi penderita seperti ini adalah di rawat di rumah sakit
selama hamil, terutama pada usia kehamilan 28 minggu. Biasanya
dibutuhkan pemberian diuretika.
Kelas IV
Penderita dalam keadaan ini mempunyai resiko yang besar dan harus di rawat di rumah sakit selama kehamilannya.
Apabila
timbul gejala-gejala dekonfensasi kordis, wanita harus segera di rawat
dan digolongkan kedalam kelas satu tingkat lebih tinggi. Penderita harus
istirahat baring dan diberi pengobatan. Dalam persalinan diperlukan
pengawasan khusus dan sebisanya diusahakan partus pervaginam. Seksio
sesarea hanya dapat dilakukan atas indikasi obstetric, seperti plasenta
previa dan disproporsi sefalo-pelvik.
Kala
persalinan biasanya tidak berbahaya. Rasa nyeri perlu dikurangi,
lebih-lebih apabila persalinan akan diperkirakan berlangsung cukup lama.
Pendekatan secara psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman
mempunyai pengaruh yang sangat baik. Untuk mencegah timbulnya
dekompensasi kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk
pencatatan nadi dan pernapasan secara berkala : dalam kala I setiap
10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Apabila nadi menjadi lebih dari
100/menit dan pernapasan lebih dari 28/menit, lebih-lebih apabila
disertai sesak napas, maka keadaan sangat berbahaya ( berpotensi
dekompensasi kordis ) dan wanita harus diobati dengan digitalis.
Biasanya disuntik intravena perlahan-lahan dengan delabosit 1,2 mg – 1,6
mg dengan dosis permulaan 0,8 mg. suntikan dapat diulang satu atau dua
kali lagi dengan selang waktu 1-2 jam. Disamping itu pemberian oksigen,
morfin (10-15 mg) dan diuretikum, seperti furosemik (lasix), bemanfaat
pula.
Dalam
kala II, apabila timbul gejala-gejala dekompensasi, anak boleh lahir
spontan, hanya ibu sebisanya dilarang meneran. Apabila janin belum lahir
setelah persalinan kala II berlangsung 20 menit atau ibu tidak dapat
dilarang meneran kuat, maka sebaiknya persalinan diakhiri dengan forseps
atau ekstraktor vakum. Selain itu penderita dapat menunjukkan
gejala-gejala gawat jantung selama kehamilan dan pendarahan postpartum,
infeksi nifas dan trombo-embolismus merupakan komplikasi yang jauh
berbahaya bagi ibu dengan penyakit jantung. Sebaiknya penderita jantung
dirawat di RS sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan
istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta menghindari infeksi.
Penderita
dalam kelas III dan IV tidak boleh hamil karena bahaya terlampau besar.
Apabila ia hamil juga, maka pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
abortus terapiutik perlu dipertimbangkan. Pada kehamilan berjalan terus,
untuk mencegah timbulnya dekompensasi, sebaiknya ia harus berbaring
terus selama kehamilan dan nifas. Sekali terjadi dekompensasi dalam
jalannya kehamilan penderita mutlak harus dirawat dan berbaring terus
sampai setelah anak lahir. Setelah kala III selesaiharus dilakukan
pengawasan yang ketat untuk terjadinya gagal jantung atau edemaparu.
Penanganan
penderita dalam kelas IV pada dasarnya sama dengan apa yang dilakukan
bagi penderita yang mengalami dekompensasi dalam kehamilan , persalinan
dan nifas. Tujuan utama ialah memberantas dekompensasi, karena dengan
hanya demikian persalinan akan berlangsung cukup aman.
Penyakit Jantung reumatik
Perubahan
kehamilan yang menyulitkan diagnosis demam rematik adalah : nyeri sendi
pada wanita hamil mungkin oleh karena sikap tubuh yang memikul beban
yang lebih besar sehubungan denga kehamilannya serta meningkatkan laju
endap darah dan jumlah leukosit. Bila terjadi demam rematik pada
kehamilan maka prognosisnya akan buruk. Adanya aktifitas demam rematik
dapat diduga bila terdapat :
1. Suhu subfebris dengan takikardi yang lebih cepat dari semestinya.
2. Leukositosis dan laju endap darah yang tetap tinggi.
3. Terdengar desir jantung yang berubah-ubah sifatnya maupun tempatnya, dan
Kelainan jantung bawaan
Biasanya
kelainan jantung bawaan di ketahui oleh penderita sebelum kehamilan,
akan tetapi kadang-kadang dikenal oleh dokter pada pemeriksaan fisik
waktu hamil Pada umumnya penderita kelainan jantung bawaan tidak
mengalami kesulitan dalam kehamilan asal penderita tidak sianosis dan
tidak menunjukkan gejala-gejala lain dari luar kehamilan.
2. Asma
Asma
bronkiale merupakan salah asatu penyakit saluran nafas yang sering
dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya serangan asma tidaklah selalu sama pada setiap penderita.
Kurang dari sepertiga penderita asma akan membaik dalam kehamilan, lebih
dari 1/3 akan menetap, serta kurang dari 1/3 lagi akan menjadi buruk
atau serangan bertambah. Biasanya serangan akan timbul mulai usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan
jarang terjadi.
Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya
serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (02) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan
berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan
prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (gangguan
pertumbuhan janin).
Faktor
pencetus timbulnya asma, antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran
nafas, pengaruh udara dan faktor psikis. Penderita selama kehamilan
perlu mendapat pengawasan yang baik, pegawasan yang baik, biasanya
penderitamengeluh napas pendek, berbunyi, sesak dan batuk-batuk.
Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
DEFINISI
Asma adalah penyakit paru kronis yang melibatkan berbagai varietas immune sistem cell, yang menyebabkan timbulnya respon bronkus berupa wheezing, dyspne, batuk, dan dada terasa berat
Asma adalah penyakit paru kronis yang melibatkan berbagai varietas immune sistem cell, yang menyebabkan timbulnya respon bronkus berupa wheezing, dyspne, batuk, dan dada terasa berat
PATOFISIOLOGI
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan respon saluran nafas sedangkan lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-masing seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga.
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan respon saluran nafas sedangkan lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-masing seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga.
PEMERIKSAAN
1. Riwayat
1. Riwayat
Pasien dengan riwayat asma
yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan, derajat
serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu,
riwayat sering dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang
pernah dialami, atau perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami
dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau
membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada
waktu istirahat, kesulitan mengucapkan kalimat, diaforesis atau
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan respirasi lebih
besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit
dan pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan
serangan berat yang berbahaya.
Gejala
yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat.
Bronkospasme akut dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya
aliran udara. Kerja system pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas. Peristiwa berikutnya pada
refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi perfusi yang tidak
sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata
tidak terjadi.
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada
awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi. Akibat penyempitan
saluran udara yang bertambah berat gangguan ventilasi perfusi menjadi
bertambah berat juga dan arterial hipoksemi terjadi. Pada obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena retensi CO2.
Walaupun perubahan ini bersifat reversibel dan dapat ditoleransi pada wanita tidak hamil namun, setiap awal derajat tingkatan asma
sangat berbahaya untuk wanita hamil dan bayinya. Penurunan kapasitas
fungsi residu dan peningkatan efektif shunt menyebabkan wanita hamil
lebih rentan terhadap hipoksia dan hipoksemia.
PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
Asma sewaktu kehamilan terutama asma
yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan resiko
komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian perinatal, prematur
dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma,
atau faktor patogenetis.Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum
diketahui tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang
baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu menemukan bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan,
perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio
sesar. Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.
EFEK PADA FETUS
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1. Menurunnya aliran darah pada uterus
2. Menurunnya venous return ibu
3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
1. Menurunnya aliran darah pada uterus
2. Menurunnya venous return ibu
3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat
2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3. Menurunnya cardiac output
1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat
2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3. Menurunnya cardiac output
Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat – obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan membahayakan fetus.
Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi selama kehamilan
8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan
seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap
ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.
Penanganan
1. Mencegah timbulnya stress
2. Menghindari faktor resiko (pencetus) yang sudah diketahui, secara intensif.
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacam yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan.
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol.
5. Obat-obatan
yang umumnya aman dan efektif mengobati asma selama kehamilan antara
lain: bronkodilator hirup, misalnya alboterol (proventil),
metaprotenerol(alupent), dan sulfat terbutalin dalam bentuk aerosol
hirup (breathaire). Obat oral yang biasa digunakan adalah teofillin
(theo-dur, slow-bid). Agens antiradang yang dapat digunakan antara lain:
beklometason (vanceril, bekloven), flunisolid (aerobid), prednison.
Kebutuhan terhadap agens antiradang menunjukkan kondisi asma yang
dialami berat.
Selama
persalinan, wanita harus terus mem inum obat secara teratur. Perhatian
harus diberikan untuk memastikan bahwa status hidrasinya baik dan
nyerinya diatasi dengan tepat. Tindakan ini membantu mencegah spasme
bronkus. Selama persalinan, hindari penggunaan obat yang dapat
menimbulkan spasme bronkus, misal morfin dan meteridin (demerol).
Apabila prostagladin dibutuhkan untuk penatalaksanaan postpartum kala IV
maka berikan prostaglandin E2(PGE2) yang dikenal dengan sebutan dinoproston di pasaran.
Hindari
penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat
gangguan pada janin, dan diberikan antibiotika kalau ada sangkaan
terdapat infeksi. Persalinan biasanya dapat berlangsung spontan akan
tetapi bila penderita masih dalam serangan dapat diberi pertolongan
dengan tindakan seperti dengan ekstraksi vakum atau forseps. Tindakan
seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.
3. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang
sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Perubahan anatomi terdapat peningkatan
pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan
memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan.
Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke
lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter
dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena
pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kandung kemih yang dimulai pada kehamilan
4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior.
Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot
kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen.
Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi
dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi
Segera
sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow)
dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan
trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita
tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan
urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 ml dan
urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
Secara empiris, kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan kehamilan dengan risiko yang sangat tinggi. Karena kehamilan sendiri bisa menyebabkan kelainan pada ginjal seperti infeksi saluran kemih, hipertensi dan lain sebagainya.
Perhatian terhadap wanita hamil dengan penyakit ini menjadi dua kali lipat, karena efek kehamilan terhadap fungsi ginjal dan efek kelainan ginjalnya terhadap kehamilan.
Efek kehamilan terhadap fungsi ginjal
Efek kehamilan terhadap fungsi ginjal
Bisa terjadi penurunan fungsi ginjal. Secara umum prognosa tergantung derajat dengan gangguan ginjal pada saat konsepsi, serta adanya kelainan penyerta, seperti tekanan darah tinggi dan bocornya protein (proteinuria).
Penyebab menurunnya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bahkan tidak diketahui. Adanya hipertensi memberi kontribusi memburuknya fungsi ginjal. Infeksi saluran kencing juga bisa memperburuk fungsi ginjal. Proteinuria yang sering terjadi pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi ginjal.
Efek insufisiensi ginjal terhadap kehamilan
Secara umum, janin bisa bertahan hidup sangat besar yaitu 95%. Namun pada
pasien yang menjalani dialisis (cuci darah)angkanya menjadi 52%.
Penderita dengan gangguan ringan bisa mengalami komplikasi berupa BBLR,
persalinan kurang bulan dan lahir mati.
Penanganan
Kunjungan ANC harus lebih sering. Beberapa penulis menganjurkan kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan seminggu sekali sesudahnya. Kontrol tekanan darah pada kunjungan. Lakukan test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya infeksi saluran kencing. Erythropoietin dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus hati2 karena bisa memperburuk hipertensi.
Kunjungan ANC harus lebih sering. Beberapa penulis menganjurkan kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan seminggu sekali sesudahnya. Kontrol tekanan darah pada kunjungan. Lakukan test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya infeksi saluran kencing. Erythropoietin dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus hati2 karena bisa memperburuk hipertensi.
Penanganan Obstetri
Penyebab kematian dan kesakitan bayi pada pasien dengan kelainan ginjal
adalah persalinan kurang bulan. Masih ada perdebatan tentang melahirkan
bayi secara elektif lebih cepat dari waktunya sekitar(34-36 minggu) pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis atau yang sedang menjalani dialisis terutama jika paru janin sudah matang.
PIELONEFRITIS KRONIKA
Pielonefritis
kronika biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkan gejala-gejala
penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya
pielonefritis akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan
darah tinggi. Pada keadaan penyakit lebih berat didapatkan penurunan
tingkat filtrasiglumerolus dan pada urinalisis urin mungkin normal,
mungkin ditemukan protein kurang dari 2 g per hari, gumpalan sel-sel
darah putih.
Prognosis
bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal.
Penderita yang hipertensi dan insufiensi ginjal mempunyai prognosis
buruk. Penderita ini sebaiknya tidak hamil, karena resiko tinggi.
GLOMERULONEFRITIS AKUTA
Glomerulonefritis
akuta jarang dijumpai pada wanita hamil. Penyakit ini dapat timbul
setiap saat dalam kehamilan, dan penderita nefritis dapat menjadi
hamil. Yang menjadi penyebab biasanya Streptococcus beta-haemolyticus
jenis A. Sering ditemukan bahwa penderita pada saat yang sama atau
bebrapa minggu sebelumnya menderita infeksi jalan pernapasan,
tonsillitis, atau infeksi lain-lain oleh sterptokokkus, suatu hal yang
menyokong teori infeksi fokal.
Gambaran
klinik ditandai oleh timbulnya himaturia dengan tiba-tiba, edema dan
hipertensi pada penderita yang sebelumnya tampak sehat. Kemudian
sindroma ditambah bdengan oliguria sampai anuria, nyeri kepala.
Diagnosis menjadi sulit apabikla timbul serangan kejang-kejang dengan
atau tanpa koma yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral,
atau oleh uremia. Apabila penyakitnya diketahui dalam triwulan III.,
maka perbedaan dengan pre-eklampsia dan eklampsia selalu harus dibuat.
Pengobatan
sama dengan diluar kehamilan dengan perhatian khusus, istirahat baring,
diet yang sempurna dan rendah garam, pengendalian hipertensi serta
keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk pemberantasan infeksi cukup
diberi pensillin, streptokokkus peka terhadap penisillin. Apabila ini
tidak berhasil, maka harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil
tes kepekaan.
Biasanya
penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal yang tetap
baik. Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hiduup, dan
apabila diingankan oleh wanita boleh hamil lagi dikemudian hari. Ada
kalanya penyakit menjadi menahun dengan segala akibatnya. Pada umumnya
prognisis bagi ibu cukup baik. Kematian ibu sangat jarang, dan apabila
terjadi biasanya itu disebabkan oleh dekompensasi kordis, komplikasi
serebro-vaskuler, anuria dan uremia.
Glomerulonoefritiss
akuta mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi; terutama
yang disertai tekanan darah yang sangat tinggi dan insufisiensi ginjal,
dapat menyebabkan abortus, partus prenaturus dan kematian janin.
GAGAL GINJAL MENDADAK DALAM KEHAMILAN
Gagal
ginjal mendadak (acute renal failure) merupakan komplikasi yang sangat
gawat dalam kehamilan dan nifas, karena dapat menimbulkan kematian, atau
kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi. Kejadiannya 1
dalam 1300-1500 kehamilan.
Kelainan ini didasario oleh dua jenis patologi.
1. Nekrosis tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan.
2. Nekrisis kortikal biletral apabila smpai kedua ginjal yang menderita.
Penderita yang mengalami sakit gagal ginjal mendadak ini sering
dijumpai pada kehamilan muda 12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup
bulan. Pada kehamilan muda, sering menyebabkan abortus septik yang
disebabkan oleh bakteri Cholostridia welchii atau sterptokokkus.
Gambaran klinik yaitu berupa sepsis, dan adanya tanda-tanda oligluria
mendadak dan azothemia serta pembekuan darah intravaskuler sehingga
terjadi nekrosis tubular yang akut. Kerusakan ini dapat sembuh kembali
bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas dalam waktu 10-14 hari. Akan
tetapi ada peneliti yang menganjurkan pada penderita diberikan
antibiotika yang adekuat dan intensif serta dilakukan dialisis terus
menerus sampai fungsi ginjal baik.
Pada masa nifas sulit diketahui sebabnya, sehingga disebut sindrom
ginjal idiopatik potspartum. Penanggulangan pada keadaan ini, penderita
diberi infus, atau transfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit
dan caira dan segera dilakukan hemodialisis bila ada tanda-tanda
uremia. Banyak penderita membutuhkan hemodialisis secara teratur atau
dilakukan transpalantasi ginjal untuk ginjal yang tetap gagal. Gagal
ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
1. Penanganan kehamilan dan persalinan dengan baik
2. Perdrahan, syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik
3. Pemberian trnasfusi darah dengan hati-hati
4. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus pada kehamilan
adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu)
maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin
sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu.
Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen,
steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resopsi makanan maka
terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan faktor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan faktor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b.
Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Pengaruh kehamilan pada diabetes
Glukosuria
renal sering dijumpai dalam kehamilan. Kelainan ini terdapat tidak
karena kadar glukosa darah tinggi, melainkan karena ambang ginjal
terhadap glukosa rendah. Karena itu diabetes dalam kehamilan tidak bisa
dinilai dari pemeriksaan reduksi urin
Pengaruh diabetes pada kehamilan
Diabetes mempengaruhi timbulnya komplikasi dalam kehamilan sebagai berikut.
Pengaruh dalam kehamilan
Dalam kehamilan diabetes dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut :
a. Abortus dan partus prematurus
b. Pre-eklampsia
c. Hidramnion
d. Kelainan letak janin
e. Insufisiensi plasenta
Pengaruh dalam persalinan
Penyulit yang sering dijumpai pada persalinan ialah :
a. Inertia uteri dan atonia uteri
b. Distosia bahu karena anak besar
c. Kelahiran mati
d. Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan
e. Lebih mudah terjadi infeksi
f. Angka kematian maternal lebih tinggi.
Pengaruh dalam nifas
Diabetes
lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis, dan menghambat
penyembuhan luka jalan lahir, baik ruptur perineum maupun luka
episiotomi.
Pengaruh diabetes pada bayi
Diabetes mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi, dan dapat terjadi penyulit sebagai berikut :
a. Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abotus
b. Cacat bawaan terutama diabetes yang telah diderita lama sekitar 20 tahun atau lebih
c. Dismaturitas
d. Janin besar (makrosomia)
e. Kematian dalam kandungan
f. Kematian neonatal
g. Kelainan neurologik dan psikologik dikemudian hari.
Komplikasi
Maternal :infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Fetal :abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal :
prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir,
hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma
gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarkan pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarkan pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric
Pantau
ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus
memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan
36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat
janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu
hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali
baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20
kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan biasanya memerlukan insulin.
5. Tuberkulosis Paru
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya
perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.
Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan
sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi
basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin
bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang
dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan
tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila
hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu
diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita
TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat
diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas.
Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin
baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
Penatalaksanaan :
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.
Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang
aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk
mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu
diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1. Isoniazid
(INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati
sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang,
mual dan muntah. Oleh karena itu –perlu diperiksa faal hati
sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera
dihentikan.
2. Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3. Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan
trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan
(ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada
penderita karena harus disuntikan setiap hari.
4. Rifampisin
600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi
memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya
tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika
masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila
pasien sudah sembuh lakukan persalinan secara biasa. Pasien TBC aktif
harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu
Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan
masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar.
Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian
dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC
tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit
ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu
dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan
tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan
sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang
penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian
laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan
mantoux, dan imunisasi BCG.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai
kesimpulan, penyakit yang menyertai kehamilan itu diantaranya adalah
penyakit jantung, ginjal, tbc paru, asma, dan diabetes mellitus. Semua
penyakit ini memberikan dampak pada kehamilan sehingga semua penyakit
harus bisa ditangani dengan baik sehingga dampak yang ada tidak besar
atau minimal atau bahkan tidak ada dampak yang ditimbulkan pada
kehamilan baik itu pada ibu maupun pada janin.
Selain
itu, dalam penangan penyakit-penyakit ini harus diperhatikan dalam
pemberian obat-obatan. Karena dengan pemberian obat-obatan yang salah
dapat memberikan efek terutama kepada sang janin. Sehingga kita harus
mengetahui jenis obat-obatan yang boleh diberikan kepada ibu hamil dan
juga yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Jangan sampai kita
bermaksud memberikan pengobatan untuk kesembuhan tapi malah menyebabkan
efek teratogenik pada janin.
B. SARAN
Sebagai
saran kami, sebagai penolong persalinan kita harus bisa mendeteksi
secara dini penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan sehingga dapat
meminimalkan atau menghilangkan resiko cacat atau kematian janin. Kita
harus bisa megetahui penanganan yang tepat atau pengobatan yang aman
buat kehamilan ibu sehingga persalinan dapat berjalan secara fisiologi.
Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan diri selama hamil
sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta
Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo : Jakarta
Helen Varney dkk. 2003. Asuhan Kebidanan Edisi 4. PENERBIT BUKU KEDOKTERAN : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar